Sabtu, 15 April 2017

Deliberate Practice

To handle a language skillfully is 
to practice a kind of evocative sorcery. 
-Charles Baudelaire

“Seorang teacher bukan hanya sebagai pengajar, tapi juga sebagai pembelajar aktif.” Kata-kata ini selalu menjadi motivasi saya untuk bersemangat menambah pengetahuan saya tiap hari meski hanya setitik. Di English Studio, teacher bukan hanya dituntut mampu mengajarkan 7 English skill (vocabulary, grammar, pronunciation, listening, reading, writing, dan speaking) tapi juga selalu mengembangkan diri atau sering kami sebut dengan istilah “deliberate practice” tiap harinya untuk lebih menajamkan skill yang telah saya sebutkan.

Saya berani bertaruh, kami adalah English teacher teraktif sepanjang sejarah kursus di Pare, hehehe. Ini berdasarkan hasil bincang-bincang teman-teman yang juga berprofesi sama dengan saya, English teacher di kampung inggris. Alhasil, mereka yang lain juga mulai tertarik mengembangkan diri mereka sendiri dengan banyak resources yang mudah didapat di Internet atau file-file pelajaran bahasa Inggris yang meluas di wilayah ini.

Ngomong-ngomong soal deliberate practice, saya sangat suka dengan istilah ini. Setelah ngesearching tentang ini, ternyata istilah tersebut sering digunakan bagi kemampuan yang diasah secara fisikal contohnya bermain musik, bermain bola, belajar berenang, masak dan yang lainnya. Bagaimana dengan kemampuan bahasa? itu juga termasuk loh. Bahkan pelajaran apapun itu yang butuh praktis lebih banyak seperti matematika dan yang lainnya.

Untuk lebih memudahkan deliberate practice, saya dan teman-teman teacher mulai menyusun jadwal harian dan saling bertukar pikiran, skill apa bulan ini menjadi target utama, dan bahkan kami saling bertukar jadwal untuk saling mengawasi, mengingatkan, dan saling mengevaluasi. Di sini, saya kemudian berpikir sekiranya guru-guru di Indonesia juga bisa memikirkan hal yang sama dengan kami. Saya mulai membayangkan, tidak ada lagi guru yang lihai mengajar tapi kikuk saat dihadapkan dengan alat-alat canggih seperti mengoperasikan komputer. Tidak ada lagi guru yang hanya bergantung pada gaji mengajarnya dan tak mampu mengembang satu usaha yang bisa menopang kehidupan keluarganya. Tak ada lagi guru yang hanya “jago kandang” di sekolah dia 100, tapi di lingkungan masyarakatnya dia 0 besar. 

sumber gambar: zenius.net

0 komentar:

Posting Komentar