Kamis, 30 Maret 2017

Terima Kasih Haters

I just use my haters as my motivators --nn

Saya tidak tahu mau mulai darimana tulisan ini, tapi saya hanya ingin berulang kali lagi dan lagi berterima kasih pada orang-orang yang di luar sana memberikan komentar pedas kelas kakap yang mengalahkan level nyebelinnya mie joedes (salah satu warung mie pedas yang akhir-akhir ini sangat popular di kampung inggris). Satu lagi yang saya pelajari di English Studio saat menjadi student dan teacher, bagaimana mengolah haters menjadi sebuah peluang memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri hingga mendekati kondisi terbaik. Saya jadi teringat dengan pepatah Indonesia lama “semakin tinggi pohon kelapa, semakin kencang angin menerpanya”.

Secara umum, apapun itu, entah sebuah bisnis, karir, ataupun prestasi jika ingin naik level mereka mau tidak mau akan melewati masa dimana orang-orang akan lebih suka memandang dan mengungkit-ungkit titik terlemah kita, tinggal bagaimana cara mengahadapinya hingga menjadi sebuah kekuatan atau malah menjadi kuburan untuk kita sendiri. Seperti contoh, cara Rasulullah menghadapi penduduk thaif dan juga kaum quraisy pada zaman itu yang begitu kuatnya mengintimidasi dan membeci tanpa ampun risalah yang dibawa oleh Rasulullah. Beliau dengan sabar dan tetap konsisten di jalan yang benar dan pada akhirnya dulunya sangat membenci setengah mati menjadi rela mati demi melindungi Beliau, seperti sahabat yang mulia Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib. Stefe Job, pemilik Apple, juga pernah melalui masa kritis dimana dia dikeluarkan di perusahaan yang dia dirikan sendiri. Namun karena kegigihannya dan inovasi tiada henti dari beliau akhirnya dipanggil kembali untuk memimpin perusahaannya sendiri. Masih banyak lagi contoh-contoh kesuksesan yang diawali dari tindakan para haters.

Apa yang telah dilalui oleh English Studio? Sama dengan cerita yang saya sebutkan sebelumnya, tak sedikit keluaran siswa di sini (entah mereka menyelesaikan program atau keluar sebelum program berakhir) merasa kecewa dan kemudian mejelek-jelekkan di luar sana. Tidak sampai di situ, mereka para haters mulai mempengaruhi orang yang semulanya ingin belajar di English Studio akhirnya membatalkan diri belajar bersama kami. Apakah itu berdampak? Tentunya iya, untuk saya pribadi adalah sebuah pukulan telak tepat di ulu hati, sangkin sakitnya, saya tak dapat berkata apa-apa. Tapi apakah saya harus larut dari hujatan ini dan kemudian membuat kuburan sendiri? Tentu hal itu sangat tidak saya harapkan.

Dari sini, saya mendapatkan satu pencerahan dari seorang pemimpin perusahaan (Mr Eddy Suaib) yang mampu mengelola dengan sangat romantis rintangan kecil ini menjadi satu peluang besar menjadi tempat kursusan yang semakin berkualitas. Dimulai dengan mengidentifikasi akar kritikan dari luar, lalu mengubahnya menjadi strategi-strategi baru yang memukau. Ada yang mengkritik metode mengajar teacher, kami (teacher) akhirnya mendapatkan kelas internal tambahan dan pelatihan-pelatihan mengajar dari luar (IALF dan BC). Ada yang mengkritik tugas yang begitu banyak, akhirnya muncullah satu sistem dimana kamu hanya mengerjakan tugas saat masih dalam proses kelas. Ada yang mengkritik buku yang digunakan terlalu sedikit, kami kemudian menyediakan file puluhan gigabyte sebagai penunjang belajar mereka. Ada yang mengkritik terlalu dipaksakan untuk disiplin belajar, dan kami tetap pada filosofi ini bahwa disiplin dan ketahan belajar adalah kunci bukan hanya mengerti IELTS, tapi memahami bagaimana belajar di luar negeri yang lebih disiplin. 

Akhirnya sekali lagi saya ingin berterima kasih pada mereka yang rela menghabiskan waktunya mengungkap kekecewaan mereka terhadap English Studio. Saya selalu terinspirasi dengan sebuah istilah “every behind behavior, there is a positive intention”. So, apapun perbuatan orang, selalu ada nilai positif yang ingin ditampilkan.  

gambar: www.google.com

0 komentar:

Posting Komentar